Secara garis besar teknik-teknik pengukuran waktu dibagi ke dalam dua bagian. Pertama secara langsung dan kedua secara tidak langsung. Cara pertama demikian pengukuran dilaksanakan secara langsung, yaitu ditempat pekerjan yang di jalankan dua cara yang termasuk di dalamnya adalah cara jam henti dan sampling pekerjaan. Sebaliknya, cara tak langsung melakukan perhitungan waktu tampa harus berada di tempat pekerjaan, yaitu dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalanya pekerjan melalui elemen-elemen pekerjan atau elemen-elemen gerakan (Sutalaksana, 2002).
Performance rating adalah aktifitas untuk menilai dan mengevaluasi kinerja operator. Tujuan dari performance rating adalah untuk menormalkan waktu kerja yang disebabkan oleh ketidakwajaran.
Pada pengukuran waktu kerja ada dua jenis pengukuran, yaitu :
1. Pengukuran secara langsung:
a. Pengukuran Jam henti (Stop Watch Time Study).
2. Pengukuran secara tidak langsung:
- Data Waktu Baku (Standar Data).
- Data Waktu Gerakan (Predetermined Time System).
Pengukuran waktu yang dilakukan terhadap beberapa alternatif sistem kerja, maka yang terbaik dilihat dari waktu penyelesaian tersingkat Pengukuran waktu juga ditujukan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan, yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar, normal, dan terbaik.
2.2 Pengukuran Waktu Jam Henti
Pengukuran waktu ini menggunakan jam henti (stop watch) sebagai alat utamanya. Cara ini sering digunakan karena merupakan cara yang paling banyak dikenal. Alasan lainya metode ini sering digunakan adalah kesederhanaan aturan-aturan pengukuran yang dipakai (Sutalaksana, 2002).
2.2.1 Langkah-Langkah Sebelum Melakukan Pengukuran
Untuk mendapatkan hasil yang baik, yaitu yang dapat dipertanggung jawabkan maka tidak cukup melakukan beberapa kali pengukuran dengan menggunakan jam henti apalagi jam biasa. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran,dan lain-lain (Sutalaksana, 2002).
2.2.1.1 Penentapan tujuan pengukuran
Tujuan melakukan kegiatan harus ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal-hal penting yang diketahui dan ditetapkan adalah peruntukkan pengunanan hasil pengukuran tingkat ke telitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut.
2.2.1.2 Melakukan penelitian pengukuran
Tujuan yang ingin dicapai dari pengukuran waktu adalah memperoleh waktu yang pantas untuk kepada pekerja dalam menyelesaikan suatu pekerjan. Tentu suatu sistem kerja dengan kondisi yang telah ada selama ini termasuk di antara yang dapat dicairkan waktu yang pantas tersebut.
Operator yang akan melakukan pekerjan yang diukur bukanlah orang yang begitu saja diambil dari tempat kerja. Operator yang dipilih adalah orang yang pada saat pengukuran dilakukan mau berkerja secara wajar. Walau operator yang bersangkutan sehari-hari dikenal memenuh syarat pertama tadi tidak mustahil dia berkerja tidak wajar ketika pengukuran dilakukan karena alasan tertentu (Sutalaksana, 2002).
2.3 Langkah-Langkah Sebelum Melakukan Pengukuran
Sebelum melakukan pengukuran ada beberapa hal yang perlu dilakukuan. Adapun langkah-langkah tersebut yaitu sebagai berikut:
a. Penetapan tujuan pengukuran
Mengetahui untuk apa pengukuran dilakukan, dan berapa tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan.
b. Melakukan penelitian pendahuluan
Mempelajari kondisi kerja dan cara kerja sehingga diperoleh usaha perbaikan. Membakukan secara tertulis sistem kerja yang telah dianggap baik karena operator perlu pegangan baku.
Memilih yang berkemampuan normal, dapat bekerja sama, dan wajar.
Hal ini dapat ditunjukkan dengan kurva pengembangan penguasaan pekerjaan oleh operator sejak mulai mengenalnya sampai terbiasa.
e. Mengurai pekerjaan atas elemen pekerjaan
Elemen-elemen kerja dibuat sedetail dan sependek mungkin tapi masih mudah untuk diukur waktunya dengan teliti. Tujuannya adalah untuk menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan, memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen, untuk memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku yang mungkin dilakukan pekerja, dan mengembangkan data waktu baku standar setiap tempat kerja yang bersangkutan.
f. Menyiapkan alat-alat pengukuran
Stopwatch, lem dan lembar pengamatan, alat tulis.
g. Melakukan pengukuran waktu
Ada 3 metoda yang umum digunakan untuk mengukur elemen-elemen kerja dengan stopwatch, (menggunakan 2 atau lebih stopwatch yang bekerja bergantian).
2.4 Kelonggaran (Allowance)
Adalah faktor koreksi yang harus diberikan kepada waktu kerja operator, karena operator dalam melakukan pekerjaannya sering tergangu pada hal-hal yang tidak diinginkan namun bersifat alamiah, sehingga waktu penyelesaian menjadi lebih panjang atau lama (Erlangga,1986)
Kelonggaran waktu diberikan untuk memberikan toleransi kepada operator untuk melakukan keperluan pribadi, istirahat karena kelelahan, dan alasan-alasan lain di luar kendalinya. Waktu longgar yang dibutuhkan dan akan menginterupsi proses produksi ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu personal allowance, fatigue allowance, dan delay allowance.
Cara menentukan allowance time dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung tentang kondisi yang terjadi di lantai produksi, kemudian dilakukan penilaian besarnya allowance sesuai dengan faktor-faktor yang berpengaruh. Langkah selanjutnya adalah menjumlahkan nilai allowance secara keseluruhan, baik untuk allowance, fatigue allowance, dan delay allowance.
a. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Yang termasuk ke dalam kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal seperti minum sekadarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekerja sekedar untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejenuhan dalam kerja. Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti itu berbeda-beda dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena setiap pekerjaan mempunyai karakteristik sendiri-sendiri dengan tuntutan yang berbeda-beda. Penelitian yang khusus perlu dilakukan untuk menentukan besarnya kelonggaran ini secara tepat seperti dengan sampling pekerjaan ataupun secara fisiologis. Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran ini bagi pekerja pria berbeda dari pekerja wanita, misalnya unutk pekerjaan-pekerjaan ringan ada kondisi-kondisi kerja normal pria memerlukan 2-25 % dan wanita 5 %. Persentase ini adalah dari waktu normal (Sutalaksana, 2002).
b. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa lelah (fatique)
Rasa lelah tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas. Jika rasa lelah (fatique) telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa lelah sehingga rasa lelah ini hal yang akan terjadi pada diri seseorang sebagai akibat melakukan pekerjaan. Oleh sebab itu, kelonggaran untuk melepaskan rasa lelah ini perlu ditambahkan untuk pekerja.
c. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tak terhindarkan.
Dalam melaksanakan pekerjaan, pekerja tidak akan lepas dari berbagai hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti berbicara dengan berlebihan dan menganggur dengan sengaja dan ada pula hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya. Beberapa contoh hambatan yang termasuk kedalam hambatan yang tidak terhindarkan misalnya menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas, menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas, mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus digudang dan sebagainya (Sutalaksana, 2002).
2.5 Pembagian Operasi Menjadi Elemen-Elemen Kerja
Umumnya dalam pelaksanaan pengukuran kerja dilakukan terlebih dahulu membagi operasi menjadi elemen-elemen kerja dan mengukur masing-masing elemen kerja tersebut (Erlangga,1986). Ada tiga aturan yang harus diikuti untuk membagi suatu operasi kerja ke dalam elemen-elemen kerja yaitu sebagai berikut :
a. Elemen-elemen kerja dibuat sedetail dan sependek mungkin, akan tetapi masih mudah untuk diukur waktunya dengan teliti.
b. Handling time seperti loading dan unloading harus dipisahkan dari machining time.Handling ini biasanya merupakan pekerjaan-pekerjaan yang dilaksanakansecara manual oleh operator dan aktivitas pengukuran kerja mutlak berkonsentrasi disini karena nantinya akan bersangkutan dengan masalah performance rating.
Elemen kerja yang konstan harus dipisahkan dengan elemen kerja yang variable. Elemen kerja yang konstan adalah elemen-elemen yang bebas dari pengaruh ukuran, berat, panjang ataupun bentuk dari benda kerja yang dibuat (Erlangga,1986)
2.6 Perhitungan Waktu Baku dan Kapasitas
Apabila pengukuran waktu telah selesai, yaitu semua data yang didapat memiliki keseragaman data yang dikehendaki dan jumlahnya telah memenuhi tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan maka selesai kegiatan pengukuran waktu. Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga memberikan waktu baku. Cara untuk mendapatkan waktu baku dari data yang telah terkumpul adalah sebagai berikut: (Heizer,2005)
Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh pekerja normal untuk menyelesaikan pekerjaannya yang dikerjakan dalam system kerja terbaik saat itu.
WB = WN + l l = Kelonggaran (allowance)
Kelonggaran diberikan pada pekerja untuk menyelesaikan pekerjaa disamping waktu normal. Kelonggaran umumnya dinyatakan dalam persen.
Waktu normal adalah waktu penyelesaian pekerjaan yang diselesaikan oleh pekerja dalam kondisi wajar dan kemampuan rata-rata.
P adalah faktor penyesuaian, jika:
WN = WS x p p =1 bekerja wajar
p < 1 bekerja terlalu lambat
p >1 bekerja terlalu cepat
Faktor penyesuaian diperhitungkan jika pengukur berpendapat bahwa pekerja bekerja dengan kecepatan tidak wajar sehingga hasil perhitungan waktu perlu disesuaikan atau dinormalkan dahulu untuk mendapatkan waktu siklus rata-rata yang wajar.
Waktu siklus adalah waktu penyelesaian satu satuan produksi mulai dari bahan baku mulai diproses ditempat kerja merupakan jumlah waktu tiap-tiap elemen pekerjaan.
Xi = jumlah waktu penyelesaian yang teramati
N = jumlah pengamatan yang dilakukan
2.7 Perhitungan Waktu Baku dengan Faktor Penyesuaian
Penyesuaian adalah kegiatan evaluasi kecepatan dan performance kerja operator pada saat pengukuran kerja berlangsung merupakan bagian yang paling sulit dan penting dalam pengukuran kerja. Cara-cara menentukan faktor penyesuaian sebagai berikut:
Dalam cara ini besar faktor penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh pengukur melalui pengamatannya selama melakukan pengukuran. Jadi sesuai dengan pengukurannya pengamat menentukan harga p yang menurut pendapatnya menghasilkan waktu normal bila harga ini dikalikan dengan waktu siklus.
Shumard memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas performance kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai masing-masing.
Westinghause mengerahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu :
1. Keterampilan adalah sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan.
2. Usaha adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya.
3. Kondisi kerja adalah kondisi fisik lingkungan seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan.
4. Konsistensi adalah waktu penyelesaian yang selalu tetap dari saat ke saat. Angka-angka diberikan bagi stiap kelas-kelas dari faktor-faktor di atas diperlihatkan pada tabel dibawah ini.
Cara ini memperhatikan 2 faktor yaitu kecepatan kerja dan tingkat kesulitan pekerjaan. Kecepatan kerja adalah kecepatan dalam melakukan pekerjaan dalam pengertian biasa. Untuk kesulitan kerja disediakan tabel yang menunjukkan berbagai kesulitan kerja.
Tahun1916, Charles E.Bedaux memperkenalkan sistem untuk pembayaran upah dan insentif dalam pengendalian tenaga kerja (Skill dan Effort rating). Tidak terlalu beda dengan cara Shumard, dinyatakan dalam huruf “B”, standard kerja operator dinyatakan dengan nilai 60 B, pemberian insentif 70-85 B per jam.
Cara Sintesa waktu penyelesaian tiap elemen gerakan dibandingkan dengan nilai pada tabel data waktu gerakan, kemudian dihitung rata-ratanya sebagai faktor penyesuaiannya.