Tampilkan postingan dengan label APK (analisa perancangan kerja). Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label APK (analisa perancangan kerja). Tampilkan semua postingan

Minggu, 01 Januari 2012

Peta Kerja Oprasi (PKO)


Peta Kerja Oprasi (PKO)

2.1       Landasan Teori
Secara garis besar teknik-teknik pengukuran waktu dibagi ke dalam dua bagian. Pertama secara langsung dan kedua secara tidak langsung. Cara pertama demikian pengukuran dilaksanakan secara langsung, yaitu ditempat pekerjan yang di jalankan dua cara yang termasuk di dalamnya adalah cara jam henti dan sampling pekerjaan. Sebaliknya, cara tak langsung melakukan perhitungan waktu tampa harus berada di tempat pekerjaan, yaitu dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalanya pekerjan melalui elemen-elemen pekerjan atau elemen-elemen gerakan (Sutalaksana, 2002).
Performance rating adalah aktifitas untuk menilai dan mengevaluasi kinerja operator. Tujuan dari performance rating adalah untuk menormalkan waktu kerja yang disebabkan oleh ketidakwajaran.
Pada pengukuran waktu kerja ada dua jenis pengukuran, yaitu :
1.        Pengukuran secara langsung:
a.         Pengukuran Jam henti (Stop Watch Time Study).
b.         Work Sampling.
2.        Pengukuran secara tidak langsung:
  1. Data Waktu Baku (Standar Data).
  2. Data Waktu Gerakan (Predetermined Time System).
Pengukuran waktu yang dilakukan terhadap beberapa alternatif sistem kerja, maka yang terbaik dilihat dari waktu penyelesaian tersingkat Pengukuran waktu juga ditujukan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan, yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar, normal, dan terbaik.
  
2.2       Pengukuran Waktu Jam Henti
Pengukuran waktu ini menggunakan jam henti (stop watch) sebagai alat utamanya. Cara ini sering digunakan karena merupakan cara yang paling banyak dikenal. Alasan lainya metode ini sering digunakan adalah kesederhanaan aturan-aturan pengukuran yang dipakai (Sutalaksana, 2002).

2.2.1   Langkah-Langkah Sebelum Melakukan Pengukuran
Untuk mendapatkan hasil yang baik, yaitu yang dapat dipertanggung jawabkan maka tidak cukup melakukan beberapa kali pengukuran dengan menggunakan jam henti apalagi jam biasa. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran,dan lain-lain (Sutalaksana, 2002).
2.2.1.1 Penentapan tujuan pengukuran
            Tujuan melakukan kegiatan harus ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal-hal penting yang diketahui dan ditetapkan adalah peruntukkan pengunanan hasil pengukuran tingkat ke telitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut.
2.2.1.2   Melakukan penelitian pengukuran
Tujuan yang ingin dicapai dari pengukuran waktu adalah memperoleh waktu yang pantas untuk kepada pekerja dalam menyelesaikan suatu pekerjan. Tentu suatu sistem kerja dengan kondisi yang telah ada selama ini termasuk di antara yang dapat dicairkan waktu yang pantas tersebut.
2.2.1.3 Memilih operator
            Operator yang akan melakukan pekerjan yang diukur bukanlah orang yang begitu saja diambil dari tempat kerja. Operator yang dipilih adalah orang yang pada saat pengukuran dilakukan mau berkerja secara wajar. Walau operator yang bersangkutan sehari-hari dikenal memenuh syarat pertama tadi tidak mustahil dia berkerja tidak wajar ketika pengukuran dilakukan karena alasan tertentu (Sutalaksana, 2002).

2.3       Langkah-Langkah Sebelum Melakukan Pengukuran
Sebelum melakukan pengukuran ada beberapa hal yang perlu dilakukuan. Adapun langkah-langkah tersebut yaitu sebagai berikut:
a.         Penetapan tujuan pengukuran
Mengetahui untuk apa pengukuran dilakukan, dan berapa tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan.
b.        Melakukan penelitian pendahuluan
Mempelajari kondisi kerja dan cara kerja sehingga diperoleh usaha perbaikan. Membakukan secara tertulis sistem kerja yang telah dianggap  baik karena operator perlu pegangan baku.
c.         Memilih operator
       Memilih yang berkemampuan normal, dapat bekerja sama, dan wajar.
d.        Melatih operator
Hal ini dapat ditunjukkan dengan kurva  pengembangan  penguasaan pekerjaan oleh operator sejak mulai mengenalnya sampai terbiasa.
e.         Mengurai pekerjaan atas elemen pekerjaan
Elemen-elemen kerja dibuat sedetail dan  sependek mungkin tapi masih mudah untuk diukur waktunya dengan teliti. Tujuannya adalah untuk menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan, memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen, untuk memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku yang mungkin dilakukan pekerja, dan mengembangkan data waktu baku standar setiap tempat kerja yang bersangkutan.
f.         Menyiapkan alat-alat pengukuran
Stopwatch, lem dan lembar pengamatan, alat tulis.
g.        Melakukan pengukuran waktu
Ada 3 metoda yang umum digunakan untuk mengukur elemen-elemen kerja dengan stopwatch, (menggunakan 2 atau lebih stopwatch yang bekerja bergantian). 

2.4       Kelonggaran (Allowance)
Adalah faktor koreksi yang harus diberikan kepada waktu kerja operator, karena operator dalam melakukan pekerjaannya sering tergangu pada hal-hal yang tidak diinginkan namun bersifat alamiah, sehingga waktu penyelesaian menjadi lebih panjang atau lama (Erlangga,1986)
Kelonggaran waktu diberikan untuk memberikan toleransi kepada operator untuk melakukan keperluan pribadi, istirahat karena kelelahan, dan alasan-alasan lain di luar kendalinya. Waktu longgar yang dibutuhkan dan akan menginterupsi proses produksi ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu personal allowance,  fatigue allowance, dan delay allowance.
Cara menentukan allowance time dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung tentang kondisi yang terjadi di lantai produksi, kemudian dilakukan penilaian besarnya allowance sesuai dengan faktor-faktor yang berpengaruh. Langkah selanjutnya adalah menjumlahkan nilai allowance secara keseluruhan, baik untuk allowance, fatigue allowance, dan delay allowance.
a.    Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Yang termasuk ke dalam kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal seperti minum sekadarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekerja sekedar untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejenuhan dalam kerja. Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti itu berbeda-beda dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena setiap pekerjaan mempunyai karakteristik sendiri-sendiri dengan tuntutan yang berbeda-beda. Penelitian yang khusus perlu dilakukan untuk menentukan besarnya kelonggaran ini secara tepat seperti dengan sampling pekerjaan ataupun secara fisiologis. Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran ini bagi pekerja pria berbeda dari pekerja wanita, misalnya unutk pekerjaan-pekerjaan ringan ada kondisi-kondisi kerja normal pria memerlukan 2-25 % dan wanita 5 %. Persentase ini adalah dari waktu normal (Sutalaksana, 2002). 
b.        Kelonggaran untuk menghilangkan rasa lelah (fatique)
Rasa lelah tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas. Jika rasa lelah (fatique) telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa lelah sehingga rasa lelah ini hal yang akan terjadi pada diri seseorang sebagai akibat melakukan pekerjaan. Oleh sebab itu, kelonggaran untuk melepaskan rasa lelah ini perlu ditambahkan untuk pekerja.
c.         Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tak terhindarkan.
Dalam melaksanakan pekerjaan, pekerja tidak akan lepas dari berbagai hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti berbicara dengan berlebihan dan menganggur dengan sengaja dan ada pula hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya. Beberapa contoh hambatan yang termasuk kedalam hambatan yang tidak terhindarkan misalnya menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas, menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas, mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus digudang dan sebagainya (Sutalaksana, 2002).

2.5       Pembagian Operasi Menjadi Elemen-Elemen Kerja
Umumnya dalam pelaksanaan pengukuran kerja dilakukan terlebih dahulu membagi operasi menjadi elemen-elemen kerja dan mengukur masing-masing elemen kerja tersebut (Erlangga,1986). Ada tiga aturan yang harus diikuti untuk membagi suatu operasi kerja ke dalam elemen-elemen kerja yaitu sebagai berikut :
a.         Elemen-elemen kerja dibuat sedetail dan sependek mungkin, akan tetapi masih mudah untuk diukur waktunya dengan teliti.
b.        Handling time seperti loading dan unloading harus dipisahkan dari machining time.Handling ini biasanya merupakan pekerjaan-pekerjaan yang dilaksanakansecara manual oleh operator dan aktivitas pengukuran kerja mutlak berkonsentrasi disini karena nantinya akan bersangkutan dengan masalah performance rating.
Elemen kerja yang konstan harus dipisahkan dengan elemen kerja yang variable. Elemen kerja yang konstan adalah elemen-elemen yang bebas dari pengaruh ukuran, berat, panjang ataupun bentuk dari benda kerja yang dibuat (Erlangga,1986)
2.6       Perhitungan Waktu Baku dan Kapasitas
Apabila pengukuran waktu telah selesai, yaitu semua data yang didapat memiliki keseragaman data yang dikehendaki dan jumlahnya telah memenuhi tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan maka selesai kegiatan pengukuran waktu. Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga memberikan waktu baku. Cara untuk mendapatkan waktu baku dari data yang telah terkumpul adalah sebagai berikut: (Heizer,2005)
a.    Waktu Baku
Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh pekerja normal untuk menyelesaikan pekerjaannya yang dikerjakan dalam system kerja terbaik saat itu.
    WB = WN + l                                 l = Kelonggaran (allowance)

Kelonggaran diberikan pada pekerja untuk menyelesaikan pekerjaa disamping waktu normal. Kelonggaran umumnya dinyatakan dalam persen.
b.    Waktu Normal
Waktu normal adalah waktu penyelesaian pekerjaan yang diselesaikan oleh pekerja dalam kondisi wajar dan kemampuan rata-rata.
P adalah faktor penyesuaian, jika:
       WN = WS x p                              p =1 bekerja wajar
p < 1 bekerja terlalu lambat
p >1 bekerja terlalu cepat
Faktor penyesuaian diperhitungkan jika pengukur berpendapat bahwa pekerja bekerja dengan kecepatan tidak wajar sehingga hasil perhitungan waktu perlu disesuaikan atau dinormalkan dahulu untuk mendapatkan waktu siklus rata-rata yang wajar.
d.   Waktu Siklus
Waktu siklus adalah waktu penyelesaian satu satuan produksi mulai dari bahan baku mulai diproses ditempat kerja merupakan jumlah waktu tiap-tiap elemen pekerjaan.

WS = ΣXI / N
 

Xi = jumlah waktu penyelesaian yang teramati
N      =  jumlah pengamatan yang dilakukan

2.7       Perhitungan Waktu Baku dengan Faktor Penyesuaian
Penyesuaian adalah kegiatan evaluasi kecepatan dan performance kerja operator pada saat pengukuran kerja berlangsung merupakan bagian yang paling sulit dan penting dalam pengukuran kerja. Cara-cara menentukan faktor penyesuaian sebagai berikut:
a.    Cara Persentase
Dalam cara ini besar faktor penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh pengukur melalui pengamatannya selama melakukan pengukuran. Jadi sesuai dengan pengukurannya pengamat menentukan harga p yang menurut pendapatnya menghasilkan waktu normal bila harga ini dikalikan dengan waktu siklus.
b.    Cara Shumard
Shumard memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas performance kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai masing-masing.
c.    Cara Westinghouse
Westinghause mengerahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu :
1.    Keterampilan adalah sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan.
2.    Usaha adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya.
3.    Kondisi kerja adalah kondisi fisik lingkungan seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan.
4.    Konsistensi adalah waktu penyelesaian yang selalu tetap dari saat ke saat. Angka-angka diberikan bagi stiap kelas-kelas dari faktor-faktor di atas diperlihatkan pada tabel dibawah ini.
d.   Cara Objektif
Cara ini memperhatikan 2 faktor yaitu kecepatan kerja dan tingkat kesulitan pekerjaan. Kecepatan kerja adalah kecepatan dalam melakukan pekerjaan dalam pengertian biasa. Untuk kesulitan kerja disediakan tabel yang menunjukkan berbagai kesulitan kerja.
e.    Cara Bedaux
Tahun1916, Charles E.Bedaux memperkenalkan sistem untuk pembayaran upah dan insentif dalam pengendalian tenaga kerja (Skill dan Effort  rating). Tidak terlalu beda dengan cara Shumard, dinyatakan dalam huruf “B”, standard kerja operator dinyatakan dengan nilai 60 B, pemberian insentif 70-85 B per jam.
f.     Cara Sintesa
     Cara Sintesa waktu penyelesaian tiap elemen gerakan dibandingkan dengan nilai pada tabel data waktu gerakan, kemudian dihitung rata-ratanya sebagai faktor penyesuaiannya.

Peta Peta Kerja (PPK)


Peta Peta Kerja (PPK)

2.1    Definisi Peta Kerja
Peta kerja adalah suatu alat analisis yang lazim digunakan pada analisis perancangan kerja dan ergonomi (Nasrullah, 1996). Peta kerja merupakan salah satu alat yang sistematis dan jelas untuk berkomunikasi secara luas (Sutalaksana,  2006). Melalui peta kerja ini kita dapat melihat seluruh langkah atau kejadian yang dialami oleh suatu benda kerja mulai dari masuk ke dalam pabrik yang berupa bahan baku, kemudian menggambarkan semua proses yang dialaminya, seperti transportasi, operasi mesin, pemeriksaan, hingga akhirnya menjadi produk jadi yang lengkap ataupun merupakan bagian dari suatu produk lengkap.

2.2    Lambang – Lambang  Yang Digunakan
         Peta–peta kerja yang ada sekarang ini dikembangkan oleh Gilbert. Pada saat itu, untuk membuat suatu peta kerja gilbert mengusulkan 40 buah lambang yang bisa digunakan. Tetapi ASME (American Society of Mechanical Enggineering) Kemudian pada tahun berikutnya jumlah lambang–lambang tersebut disederhanakan kembali hingga saat ini hanya tinggal 5 lambang yang digunakan, yaitu :


Operasi                                   





Transportasi





Pemeriksaan





                                                                        Penyimpanan

Menunggu

           Tabel 2.1 Tabel Lambang-Lambang Yang Digunakan Dalam Peta-Peta Kerja
Lambang
Pengertian
Contoh

Lingkaran besar melambangkan suatu kegiatan operasi
-    memaku
-    mengebor
-    mengetik
-    merakit

Tanda panah melambangkan transportasi
-    memindahkan bahan dengan kereta dorong
-    mengangkat benda dengan alat penarik

Segi empat melambangkan pemeriksaan
-    menguji kualitas bahan
-    meneliti informasi tertulis

Melambangkan suatu penantian atau menunggu
-    menunggu elevator
-    surat – surat menunggu untuk disimpan

Melambangkan penyimpanan
-    tumpukan bahan mentah di gudang
-    penyimpanan surat - surat
Sumber : Sutalaksana, 2006.

         Penyederhanaan ini memudahkan pembuatan peta kerja, disamping setiap notasi fleksibilitas yang tinggi karena setiap lambang mempunyai kandungan arti yang sangat luas.

2.3.   Macam – Macam Peta Kerja
         Pada dasarnya peta-peta kerja yang ada sekarang bisa dibagi dalam dua kelompok besar berdasarkan kegiatannya, yaitu : (Sutalaksana, 2006).
a.       Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja keseluruhan.
b.      Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja setempat.
Suatu kegiatan disebut kegiatan kerja keseluruhan apabila kegiatan tersebut melibatkan sebagian besar atau semua fasilitas yang diperlukan untuk membuat produk yang bersangkutan, sedangkan suatu kegiatan disebut kegiatan kerja setempat apabila kegiatan tersebut terjadi dalam suatu stasiun kerja yang biasanya hanya melibatkan orang dan fasilitas dalam jumlah terbatas. Terlihat jelas perbedaan antara kedua definisi kerja secara keseluruhan dan secara setempat dilihat dari keterlibatan sistem dalam menyelesaikan suatu proses kerja. Secara garis besarnya, penggambaran kedua kegiatan tersebut dalam bentuk peta-peta kerja untuk memperbaiki kegiatan produksi, biasanya dimulai dengan membuat peta-peta kerja yang menggambarkan kegiatan secara keseluruhan berdasarkan apa yang telah ada atau cara sekarang. Keadaan sekarang inilah yang dipelajari untuk diusahakan perbaikan-perbaikannya. Hasil perbaikan dinyatakan dalam peta-peta kerja setempat yang menggambarkan “cara yang diusulkan”. Berdasarkan perbaikan dari setiap stasiun kerja inilah analisa keseluruhan dilakukan untuk dapat mengetahui kekurangan dari suatu sistem kerja. Hasil akhir dinyatakan dalam peta-peta keseluruhan untuk cara yang diusulkan (Sutalaksana, 2006).
Masing-masing peta kerja yang akan dibahas berikut ini semuanya termasuk dalam kedua kelompok diatas, antara lain : (Sutalaksana, 2006).
1. Yang termasuk kelompok peta kerja keseluruhan
a.  Peta proses operasi.
b. Peta aliran proses.
c.  Peta proses kelompok kerja.
d.   Diagram aliran.
2. Yang termasuk kelompok peta kegiatan kerja setempat
a. Peta pekerja dan mesin.
b. Peta tangan kiri dan tangan kanan.

2.3.1 Peta Proses Operasi
         Peta ini memberi informasi tentang proses apa yang dilaksanakan untuk komponen apa. (Nasrullah, 1996). Peta proses operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-urutan operasi dan pemeriksaan sejak awal hingga akhir.
Agar diperoleh gambar peta operasi yang baik, produk yang biasanya paling banyak memerlukan operasi, harus dipetakan terlebih dahulu, berarti dipetakan dengan garis vertikal disebelah kanan halaman kertas.
2.3.2    Peta Aliran Proses
            Peta ini menggambarkan segenap aktifitas yang terlibat didalam sebuah proses. (Nasrullah, 1996). Infomasi-informasi yang diperlukan untuk menganalisa setiap komponen yang terjadi pada setiap metoda kerja dapat kita peroleh melalui Peta Aliran Proses. Peta Aliran Proses adalah suatu diagram yang menunjukkan urutan-urutan dari operasi, pemeriksaan, transportasi, menunggu dan penyimpanan yang terjadi selama satu proses atau prosedur berlangsung, serta memuat pula informasi-informasi yang diperlukan untuk menganalisa seperti waktu yang dibutuhkan dan jarak perpindahan (Sutalaksana, 2006).
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat dua hal yang membedakan antara peta proses operasi dan peta aliran proses, yaitu :
a.       Peta Aliran Proses memperlihatkan semua aktifitas-aktifitas dasar, termasuk transportasi, menunggu dan penyimpanan. Sedangkan pada peta proses operasi terbatas pada operasi dan pemeriksaan saja.
b.      Pada Aliran Proses menganalisa setiap komponen yang diproses secara lebih lengkap dibanding peta proses operasi dan memungkinkan untuk digunakan disetiap proses atau prosedur, baik di pabrik maupun di kantor. Peta Aliran Proses tidak bisa digunakan untuk menggambarkan proses perakitan secara keseluruhan dan biasanya hanya menggambarkan dan untuk menganalisa salah satu komponen dari sebuah produk yang dirakit (Sutalaksana, 2006).
Secara  terperinci dapat dikatakan bahwa peta aliran proses pada umumnya terbagi dalam dua tipe :
a.       Peta Aliran Proses tipe bahan
b.      Peta Aliran Proses tipe orang
Peta aliran proses tipe bahan, ialah suatu peta yang menggambarkan kejadian yang dialami bahan (bisa merupakan salah satu bagian produk jadi) dalam suatu proses atau prosedur operasi.
Peta aliran proses tipe orang pada dasarnya dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
a.  Peta aliran proses pekerja yang menggambarkan aliran kerja seorang operator.
b.  Peta aliran proses pekerja yang menggambarkan aliran kerja sekelompok   manusia,  sering disebut peta proses kelompok kerja yang akan diuraikan lebih lengkap dalam sub-bab berikutnya.
2.3.3    Diagram Aliran
   Diagram aliran merupakan suatu gambaran menurut skala dari susunan lantai dan gedung, yang menunjukan lokasi dari semua aktifitas yang terjadi dalam peta aliran proses. Aktifitas, yang berarti pergerakan suatu material atau orang dari suatu tempat ketempat berikutnya yang dinyatakan oleh garis dalam diagram tersebut (Sutalaksana, 2006).
Kegunaan diagram aliran dapat diuraikan sebagai berikut :
a.   Lebih memperjelas suatu peta proses aliran proses, apalagi jika arah aliran  merupakan faktor yang penting. Dengan adanya informasi tambahan mengenai arah aliran dari material orang selama aktifitasnya, maka kita akan mendapatkan informasi yang lengkap. Tambahan informasi ini bisa kita gunakan sebagai bahan analisa untuk bisa memperpendek jarak perpindahan.
b.   Menolong dalam perbaikan tata letak tempat kerja.
      Diagram aliran dapat menunjukkan dimana tempat-tempat penyimpanan, stasiun pemeriksaan dan tempat-tempat kerja dilaksanakan. Juga dapat menunjukkan bagaimana arah gerakan berangkat-kembalinya suatu material atau seorang pekerja. Dengan begitu berarti kita memiliki data yang cukup baik untuk mengatur aliran lalu lintas dalam ruangan tersebut sedemikian rupa sehingga tidak macet. Dengan kata lain kita memiliki bahan untuk dipertimbangkan dalam rangka penyusunan suatu letak tempat kerja yang baik. Tata letak baru dapat diperoleh dengan memindah-mindahkan titik tempat berlangsungnya operasi, pemeriksaan dan penyimpanan sedemikian rupa sehingga ditemukan susunan tata ruang yang paling ekonomis ditinjau dari segi jarak dan waktu.

2.3.4        Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan
Peta ini menggambarkan semua gerakan-gerakan saat bekerja dan waktu menganggur yang dilakukan oleh tangan kiri dan tangan kanan, juga menunjukkan perbandingan antara tugas yang dibebankan oleh tangan kiri dan tangan kanan ketika melakukan suatu pekerjaan. Peta ini sangat praktis untuk memperbaiki suatu pekerjaan manual dimana tiap siklus dari pekerja terjadi dengan cepat dan terus berulang, sedangkan keadaan lain peta ini kurang praktis untuk dipakai sebagai alat penganalisa. Inilah sebabnya dengan menggunakan peta ini kita bisa melihat dengan jelas pola-pola gerakan yang tidak efisien, dan atau bisa melihat adanya pelanggaran terhadap prinsip-prinsip ekonomi gerakan yang terjadi pada saat pekerja manual tersebut berlangsung (Sutalaksana, 2006).

2.3.5        Peta Pekerja dan Mesin
   Dalam beberapa hal, hubungan antara operator dan mesin sering bekerja secara silih berganti yaitu sementara mesin menganggur, operator bekerja atau sebaliknya. Pada hakekatnya, waktu menganggur ini adalah sebuah kerugian. Maka dari itu, waktu menganggur ini harus dihilangkan atau setidaknya diminimumkan, baik waktu menganggur pekerja ataupun mesin, namun tentunya harus masih ada dalam batas-batas kehormatan, artinya harus memperhitungkan kemampuan manusia dan mesinnya.
  Peta pekerjaan dan mesin dapat dikatakan suatu grafik yang menggambarkan koordinasi antara waktu bekerja dan waktu menganggur dari kombinasi antara pekerja dan mesin. Dengan demikian peta ini merupakan alat yang baik digunakan untuk mengurangi waktu menganggur.
Informasi paling penting yang diperoleh oleh peta pekerja dan mesin ialah hubungan yang jelas antara waktu kerja operator dan waktu operasi mesin yang ditanganinya. Dengan informasi ini, maka kita mempunyai data yang baik untuk melakukan penyelidikkan, penganalisaan, dan perbaikkan suatu pusat kerja, sedemikian rupa sehingga efektifitas penggunaan pekerja atau mesin bisa ditingkatkan, dan tentunya keseimbangan kerja antara pekerja dan mesin bisa lebih diperbaiki.
Peningkatan efektifitas penggunaan dan perbaikkan keseimbangan kerja tersebut dapat dilakukan, misalnya dengan cara : (Sutalaksana, 2006).
a.   Merubah tata letak tempat kerja
Tata letak tempat kerjamerupakan salah satu faktor yang menentukan lamanya waktu penyelesaian suatu pekerjaan.
b.   Mengatur kembali gerakan-gerakan kerja
Pada dasarnya, gerakan-gerakan kerja juga merupakan faktor yang menentukan waktu penyelesaian suatu pekerjaan. Sehingga penataan kembali garakan-gerakan yang dilakukan pekerja, akan sangat membantu meningkatkan efektifitas kerjanya, dan sekaigus mempengaruhi efisiensi penggunaan tenaga.
c.   Merancang kembali mesin dan peralatan
Keadaan mesin dan peralatan sering kali perlu dirancang kembali untuk meningkatkan efektivitas pekerja dan mesin.
Misalnya untuk mengurangi waktu mengangkut dan sekaligus menghemat tenaga pekerja, maka pekerjaan memindahkan barang terutama barang berat, yang tadinya menggunakan gerobak dorong, sekarang perlu dipikirkan untuk menggunakan keretan.
d. Menambah pekerja bagi sebuah mesin atau sebaliknya, menambah mesin bagi  seorang pekerja.

            Lambang-lambang yang dipergunakan dalam Peta Pekerja dan Mesin adalah: (Sutalaksana, 2006).

         Menunjukkan waktu menganggur.
Digunakan untuk menyatakan pekerja atau mesin yang sedang menganggur atau salah satu sedang menunggu yang lain.Misalnya dalam suatu rangkaian kerja, si operator sedang melakukan pemeriksaan terhadap mesin, untuk mencegah kerusakan. Maka dalam hal ini si operator sedang melakukan kerja tak bergantungan, dan mesin sedang menganggur atau menunggu.

               Menunjukkan kerja tak bergantungan (independent).
Jika ditinjau dari pekerja, maka keadaan ini menunjukan seorang pekerja yang sedang bekerja dan independent dengan mesin dan pekerja lainnya. Misalnya seorang pekerja yang sedang mengambil dan mempersiapkan bahan atau ia sedang melakukan pemeriksaan terhadap produk akhir tanpa alat. jika ditinjau dari pihak mesin, maka berarti mesin tersebut sedang bekerja tanpa memerlukan pelayanan dari operator (mesin otomatis).

Menunjukkan kerja kombinasi.
Jika ditinjau dari pihak pekerja, maka lambang ini digunakan apabila diantara operator dan mesin, atau dengan operator lainnya yang sedang bekerja secara bersama-sama. Jika ditinjau dari pihak mesin, maka berarti selama bekerjanya, mesin tersebut memerlukan beberapa pelayanan dari operator (mesin manual).
Langkah terakhir setelah semua aktifitas digambarkan, dibuat kesimpulan dalam bentuk ringkasan yang memuat waktu menganggur, waktu kerja dan akhirnya kita bisa mengetahui waktu penggunaan dari pekerja atau mesin tersebut. Satuan waktu yang biasanya digunakan dalam detik, walaupun ini tidak mengikat.

Display atau poster

Display atau poster

2.1       Definisi Display
Display merupakan bagian dari lingkungan yang perlu memberi informasi kepada pekerja agar tugas-tugasnya menjadi lancar (Sutalaksana,1979). Arti informasi disini cukup luas, menyangkut semua rangsangan yang diterima oleh indera manusia baik langsung maupun tidak langsung. Contoh dari display diantaranya jarum penunjuk speedometer, keadaan jalan raya yang memberikan informasi langsung ke mata, peta yang menggambarkan keadaan suatu kota. Jalan raya merupakan contoh dari display langsung, karena kondisi lingkungan jalan bisa langsung diterima oleh pengemudi. Jarum penunjuk speedometer merupakan contoh display tak langsung, karena kecepatan kendaraan diketahui secara tak langsung melalui jarum speedometer sebagai pemberi atau perantara informasi.
Display merupakan alat peraga yang menyampaikan informasi kepada organ tubuh manusia dengan berbagai macam cara. Penyampaian informasi tersebut di dalam ”sistem manusia-mesin” merupakan suatu proses yang dinamis dari presentasi visual indera penglihatan. Di samping itu proses tersebut akan sangat banyak dipengaruhi oleh design dari alat peraganya. Display berfungsi sebagai suatu ”sistem komunikasi” yang menghubungkan antara fasilitas kerja maupun mesin kepada manusia, sedangkan yang bertindak sebagai mesin dalam hal ini adalah stasiun kerja dengan perantaraannya adalah alat peraga. Manusia disini berfungsi sebagai operator yang dapat diharapkan untuk melakukan suatu kegiatan yang diinginkan (Nurmianto, 1991).
Agar display dapat menyajikan informasi-informasi yang diperlukan, manusia dalam melaksanakan pekerjaannya maka display harus dirancang dengan baik. Perancangan display yang baik adalah bila display tersebut dapat menyampaikan informasi selengkap mungkin tanpa menimbulkan banyak kesalahan dari manusia yang menerimanya. Adapun informasi-informasi yang dibutuhkan sebelum membuat display adalah sebagai berikut:
1.      Tipe teknologi  yang digunakan untuk menampilkan informasi.
2.      Rentang total dari variabel mengenai informasi mana yang akan ditampilkan.
3.      Ketepatan dan sensitivitas maksimal yang dibutuhkan dalam pengiriman informasi.
4.      Kecepatan total dari variabel  yang dibutuhkan dalam pengiriman informasi.
5.      Minimasi kesalahan dalam pembacaan display.
6.      Jarak normal dan maksimal antara display dan pengguna display.
7.      Lingkungan dimana display tersebut digunakan.
Untuk membuat suatu display ada 3 kriteria dasar, di bawah ini adalah kriteria dalam pembuatan display tersebut:
1.      Pendeteksian
Kemampuan dasar dari display untuk dapat diketahui keberadaannya atau     fungsinya. Untuk visual display harus dapat dibaca, contohnya petunjuk umum penggunaan roda setir pada mobil dan untuk auditory display harus bisa didengar, contohnya: bel rumah.
2.      Pengenalan
Setelah display dideteksi, pesan dari display tersebut harus bisa dibaca atau  didengar.
3.      Pemahaman
      Dalam pembuatan display tidaklah cukup apabila hanya memenuhi dua kriteria diatas, display harus dapat dipahami sebaik mungkin sesuai dengan pesan yang disampaikan.
Poster yang baik adalah poster yang dapat menyampaikan informasi kepada orang lain. Di bawah ini merupakan ciri-ciri display dan poster yang baik adalah:
1.      Dapat menyampaikan pesan.
2.      Bentuk atau gambar menarik dan menggambarkan kejadian.
3.      Menggunakan warna-warna mencolok dan menarik perhatian.
4.      Proporsi gambar dan huruf memungkinkan untuk dapat dilihat atau dibaca.
5.      Menggunakan kalimat-kalimat pendek.
6.      Menggunakan huruf yang baik sehingga mudah dibaca.
7.      Realistis sesuai dengan permasalahan.
8.      Tidak membosankan.
Berdasarkan tujuan, secara garis besar poster terdiri dari dua bagian yaitu poster untuk tujuan umum dan poster untuk tujuan khusus.
1.      Poster untuk tujuan umum diantaranya mengenai aturan keselamatan kerja umum, poster tentang kebersihan dan kesehatan lingkungan, poster mengenai kesalahan-kesalahan manusia dalam bekerja.
2.      Poster untuk tujuan khusus diantaranya, poster-poster dalam industri pekerjaan konstruksi. Pesan yang terkandung bersifat spesifik untuk lingkungan yang bersangkutan, misalnya poster untuk bahaya penggunaan lift, tangga, penyimpanan benda-benda yang mudah terbakar atau mudah meledak.
Ukuran poster bervariasi mulai dari stiker yang berukuran kecil sampai yang berukuran besar, tetapi umumnya berukuran sebesar kalender. Poster berukuran kecil biasanya dalam bentuk stiker yang mudah ditempel dimana-mana, misalnya “Dilarang Menumpang” dapat ditempel di bagian forklift atau buldoser.
Display yang berbentuk rambu-rambu berbahaya, biasanya dipasang pada dinding, pintu masuk atau pada tiang-tiang. Display ini berbentuk seperti rambu-rambu lalu lintas (berbentuk bulat, segitiga, segiempat atau belah ketupat).
Peranan ergonomi sangat penting dalam membuat rancangan display dan poster yang memiliki daya sambung yang tinggi dengan pembaca. Display dan poster harus mampu memberikan informasi yang jelas. Konsep “Human Centered Design” sangat kuat dalam pembuatan display dan poster karena terkait dengan sifat-sifat manusia sebagai penglihat dan pemaham isyarat.

2.2       Tipe-Tipe Display
Sebelum membuat sebuah poster, terlebih dahulu harus menentukan tipe display agar sesuai dengan tujuan dan lingkungannya. Tipe display dibagi menjadi 3, yaitu berdasarkan tujuan, lingkungan dan informasi.
Adapun tipe display berdasarkan tujuannya, display terdiri atas dua bagian, yaitu:

1.      Display Umum
Diantaranya mengenai aturan kepentingan umum, contohnya display tentang kebersihan dan kesehatan lingkungan, “Jagalah Kebersihan” yang diperuntukkan untuk umum.
2.      Display Khusus
Diantaranya mengenai aturan keselamatan kerja khusus pada tempat-tempat khusus (misalnya dalam industri dan pekerjaan konstruksi), contohnya “Awas Tegangan Tinggi”.
Adapun tipe display berdasarkan lingkungannya, terbagi dalam dua macam, yaitu:
1.      Display Statis
Display yang memberikan informasi sesuatu yang tidak tergantung terhadap waktu, contohnya adalah peta (informasi yang menggambarkan suatu kota).
2.      Display Dinamis
Display yang menggambarkan perubahan menurut waktu dengan variabel, contohnya adalah jarum speedometer dan mikroskop.
Adapun tipe display berdasarkan informasi yang disampaikan terbagi atas tiga tipe yaitu:
1.      Display Kualitatif
Display yang merupakan penyederhanaan dari informasi yang semula berbentuk data numerik, dan untuk menunjukkan informasi dari kondisi yang berbeda pada suatu sistem (tidak berbentuk data numerik), contohnya: informasi atau tanda On-Off pada generator, DINGIN, NORMAL dan PANAS pada pembacaan temperatur.
2.      Display Kuantitatif
Display yang memperlihatkan informasi numerik, (berupa angka, nilai dari suatu variabel) dan biasanya disajikan dalam bentuk digital ataupun analog untuk suatu visual display.
Analog Indikator: Posisi jarum penunjuknya searah dengan besarnya nilai atau sistem yang diwakilinya, analog indikator dapat ditambahkan dengan menggunakan informasi kualitatif (misal merah berarti berbahaya). 
      Digital Indikator: Cocok untuk keperluan pencatatan dan dapat menggunakan Electromecemichal Courtious.
3.      Display representatif, biasanya berupa sebuah “Working model” atau “mimic diagram” dari suatu mesin, salah satu contohnya adalah diagram sinyal lintasan kereta api.

2.3       Penggunaan Warna pada Visual Display
            Informasi dapat juga diberikan dalam bentuk kode warna. Indera mata sangat sensitif terhadap warna BIRU-HIJAU-KUNING, tetapi sangat tergantung juga pada kondisi terang dan gelap. Dalam visual display sebaiknya tidak menggunakan lebih dari lima warna. Hal ini berkaitan dengan adanya beberapa kelompok orang yang memiliki gangguan penglihatan atau mengalami kekurangan dan keterbatasan penglihatan pada matanya. Warna merah dan hijau sebaiknya tidak digunakan bersamaan begitu pula warna kuning dan biru.
         Adapun kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan warna pada pembuatan display, diantaranya:
Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Warna
Kelebihan
Kekurangan
Tanda untuk data spesifik
Tidak bermanfaat bagi buta warna
Informasi lebih mudah diterima
Menyebabkan fatique
Mengurangi tingkat kesalahan
Membingungkan
Lebih natural
Menimbulkan reaksi yang salah
Memberi dimensi lain
Informal
(Sumber: Sutalaksana 1979)
Arti penggunaan warna pada sebuah display adalah sebagai berikut:
a.       Merah menunjukkan Larangan.
b.      Biru menunjukkan Petunjuk.
c.       Kuning menunjukkan  Perhatian.

 2.4   Prinsip-Prinsip Mendisain Visual display
Menurut Bridger, R.S (1995) ada 4 (empat) prinsip dalam mendisain suatu visual display. Adapun prinsip-prinsip mendisain visual display adalah sebagai berikut:
1.      Proximity
Jarak terhadap susunan display yang disusun secara bersama-sama dan saling memiliki dapat membuat suatu perkiraan atau pernyataan. Artinya display yang dibuat dapat dimengerti tanpa harus melihat dengan jelas, namun dapat mengerti apa yang dimaksud, misalnya bunyi sirine ambulance, perlintasan kereta api, dan lain-lain.
2.      Similarity
Menyatakan bahwa item-item yang sama akan dikelompokkan bersama-sama (dalam konsep warna, bentuk dan ukuran) bahwa pada sebuah display tidak boleh  menggunakan lebih dari 3 warna.
3.      Symetry    
Menjelaskan perancangan untuk memaksimalkan display, artinya elemen-elemen dalam perancangan display akan lebih baik dalam bentuk simetrikal, yaitu antara tulisan dan gambar harus seimbang.
4.      Continuity 
Menjelaskan sistem perseptual mengekstrakan informasi kualitatif menjadi satu kesatuan yang utuh. Hubungan satu display dengan yang lain saling berkelanjutan membentuk satu kesatuan.
Berger dalam Sutalaksana (1979) pernah menyelidiki, berapa jauh orang dapat melihat huruf berdasarkan perbandingan antara tabel dan tinggi huruf yang berbeda-beda. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa untuk huruf yang berwarna putih dengan dasar hitam perbandingan 1:13,3 merupakan yang paling baik, dalam arti kata dapat dilihat dari tempat yang paling jauh terhadap yang lainnya yaitu dari jarak 36,5 meter. Sedangkan untuk huruf yang berwarna hitam dengan dasar putih, perbandingan 1:8 merupakan perbandingan terbaik, yaitu dapat dilihat dari jarak 33,5 meter. Semua ini dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut
Tabel 2.2 Jarak Antara Rata-Rata Dalam Meter untuk Bisa Melihat Huruf
Warna
Perbandingan Tebal Dan Tinggi Huruf
Huruf
1 : 40
1 : 20
1 : 13,3
1 : 10
1 : 8
1 : 6,6
1 : 5,8
1 : 5
Putih
33,9
35,8
36,5
35,5
34,7
33,4
31,4
29,4
Hitam
25,2
28,0
31,1
32,7
33,5
33,1
32,1
29,9
(Sumber: Sutalaksana 1979)
Kemampuan kita untuk menangkap informasi melalui suatu grafik, juga mempengaruhi bagaimana bentuk grafik tersebut, artinya dalam bentuk bagaimana informasi tersebut disajikan, akan berpengaruh terhadap kecepatan penafsiran dan berpengaruh terhadap kemungkinan salah mengartikannya. Schufz H.G telah melakukan penyelidikan  dengan membandingkan antara waktu dan ketelitian membaca terhadap berbagai format dari peta.
Ternyata Schufz menyimpulkan bahwa grafik dengan garis merupakan penyajian terbaik dan grafik dengan balok (bar) yang horizontal merupakan grafik terburuk secara ringkas, hasil penelitiannya dinyatakan sebagai berikut:
Tabel 2.3 Hasil Penilaian
Format
Waktu Rata-rata Relatif
Nilai Ketelitian
Garis
6,01
1,72
Batang vertikal
7,36
1,64
Horizontal
8,91
1,40
(Sumber: Sutalaksana 1979)
                Adapun rumus untuk menentukan tinggi huruf atau angka, lebar huruf, tebal huruf dan jarak antara 2 huruf adalah sebagai berikut:

oke bogel bngt

oke bogel bngt